Friday 22 February 2013

SENJA

Cerpen oleh Linda Satibi


Senja membayang. Bola raksasa dengan campuran warna merah-oranye tersenyum cerah dalam bulatnya yang sempurna. Angin semilir menyapa ramah. Namun suasana di rumah itu tampak tersaput mendung. Sebuah rumah tua nan asri.
“Rumah ini dijual saja!”
Mah Iyoh membeku. Mata cekungnya menyorot pilu. Air mukanya mengeruh.  Anja, anak bungsu dan lelaki satu-satunya, menatap menunggu jawab. Namun, Mak Iyoh tetap bergeming. Kata-katanya mengumpul di ujung bibir, tak mampu dilepaskannya.
“Mak setuju tidak?” tanya Anja, hati-hati.
Mata Mak Iyoh menerawang. Di dinding, seekor cicak merayap tanpa ekor merayap cepat lalu menyelinap di balik bingkai. Mak iyoh menghela napas. Bingkai itu memanjang foto dirinya bersama suami tercinta, yang telah berpulang ke haribaan-Nya, setahun silam.
“Mak pikir-pikir dulu, ya...” lirih Mak Iyoh.
Sepasang anak kembar, usia lima tahun, berlarian dari arah luar, berceloteh ribut.
“Nini jadi ikut ke rumah kita kan?”
“Nini nanti tidur sama kita, ya!”
Masing-masing lengan Mak Iyoh diguncang-guncang. Perempuan usia enam puluhan itu tersenyum penuh kasih pada cucu-cucu tersayangnya.
“Nini jadi ikut, kaan...?” si kembar mengulang pertanyaan.
“Iya, Nini ke rumah kita, tapi enggak sekarang. Nanti bulan depan!” tegas Anja.
“Yaah...!” si kembar memandang kecewa pada ayahnya.
Di sudut ruangan, Teta, istri Anja, tenang menyuapi adik si kembar, tak terpengaruh keadaan.

***

Mak Iyoh meluruskan kaki kurusnya. Mata tuanya mengelilingi ruangan 2X2 meter yang kini menjadi kamarnya. Sebuah lemari plastik baru, berdiri tegak di samping ranjang yang sejak didudukinya. Aku harus betah di sini, demi anak cucu, tekadnya.
Kamar baru mak Iyoh terletak di bagian belakang rumah Anja. Dulunya kamar pembantu. Karena tidak ada ruangan lain, Mak Iyoh tidak keberatan menempati kamar sempit itu.
Malam belum beranjak tua. Mak Iyoh masih membaca Al-Qur’an dengan suara perlahan. Dari ruang keluarga terdengar gelak tawa. Anja dan keluarganya tengah asyik menyaksikan tayangan komedi dari televisi layar datar dari ruangan tersebut.
Mak Iyoh mengakhiri bacaan Qur’an-nya saat kaki mulai terasa kesemutan. Ia selalu menjaga sikap. Kaki berselonjor, menurutnya, adalah posisi yang tidak patut bila sedang mengaji. Maka ditutuplah Qur’an usang miliknya. Hening menyergap. Seketika Mak Iyoh mengingat malam-malam sepinya di kampung yang ditingkahi suara jangkrik atau senandung burung hantu. Sebuah simfoni malam yang tak tergantikan keindahannya oleh orkestra manapun.
Kepindahan Mak Iyoh ke rumah Anja kadang masih menyisakan tanya dalam benaknya sendiri. Tepatkah langkah ini? Namun segera dikuatkannya hati. Ini demi anak cucu.
Teta, bekerja di bank swasta ternama. Ia sangat membutuhkan seseorang untuk menjaga anak-anaknya selama ia tidak di rumah. Pembantu yang ada sekarang hanya datang pagi pulang sore, dan tidak jarang mangkir dengan rupa-rupa alasan. Mak Iyoh diminta untuk menjaga cucu-cucunya. Maka dipenuhi permintaan itu dengan meninggalkan segenap kenangannya di kampung.

***

Matahari belum mencapai ubun-ubun, namun kegarangannya mulai tampak. Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit. Seperti hari-hari kemarin, langkah kaki Mak Iyoh mengayun perlahan menuju taman kanak-kanak tempat cucunya bersekolah, meneuhi permintaan mereka.
“Ni, jemput kita, ya! Aku enggak mau sama Mbak Lis lagi, ah!”
“Iya, Ni... Dia suka ngobrol lama di warung bakso Mas Acoy. Males banget!”
Ibu-ibu berkerumun di luar pagar sekolah sambil asyik bicara ngalor ngidul. Saat tertangkap retina, sosok Mak Iyoh berjalan di kejauhan, seorang ibu membuka topik baru, dan segera disambut sahut-menyahut.
“Kasihan, ya, neneknya Rani-Rina, tiap hari berpanas-panas ngejemput cucunya.”
“malah paginya, sambil menggendong adik si kembar, ikut antre di Mpok sayur. Tangan satu ngegendong, satunya lagi bawa kantong belanja!”
“Orang tua, kok, dijadikan pembantu, ya? Ih, amit-amit!”
“Padahal, Bu Teta, kan punya pembantu.”
“Pembantu ganjen! Pacaran mulu sama si Acoy tukang bakso.”
“Dia, sih, enak, datangnya jam delapanan. Rumah sudah rapi, si kecil sudah dimandiin, disuapin. Malah yang masak juga sering Mak Iyoh itu.”

***

Mak Iyoh baru saja mengucap salam pada rakaat terakhir shalat Ashar saat terdengar pintu kamarnya diketuk. Mbak Lis muncul, lalu tanpa dosa pamit pulang sambil menitipkan jemuran.
“Roni sudah dimandikan mbak?” tanya Mak Iyoh.
“Belum, Ni, masih nyenyak tidurnya. Si kembar juga belum tuh, dari tadi anteng main Barbie,” jawab Mbak Lis enteng, seraya berlalu.
Mak Iyoh menghela napas. Diraihnya Al-Qur’an, lalu memulai tilawah. Belum satu halaman dirampungkan, terdengah tangis Roni memecah sore. Mak Iyoh melangkah tergesa. Rupanya, Roni bangun dalam keadaan mengompol. Sambil menenangkan tangis, Mak Iyoh mencopoti baju pesing itu kemudian menuntun Roni ke kamar mandi. Selesai mandi, Roni minta digendong menuju kamarnya. Bocah tiga tahun berbobot sembilan belas kilogram itu pun digendong. Rasa sakit menjalari kaki yang kerap dirasakan Mak Iyoh ditahannya kuat-kuat.
Tiba-tiba dari arah belakang, si kembar riuh berseru, “Hujaan... Ni... hujaan!”
Teringat jemuran yang tadi dititipkan Mbak Lis, tanpa memedulikan rasa sakit pada kakinya Mak Iyoh langsung tergopoh-gopoh menuju jemuran dan menyambar semua pakaian. Lalu semuanya ditaruh dalam boks plastik di ruang setrika. Yang masih agak basah dipilih dan digantungnya pada gantungan berbentuk lingkaran.
Sementara itu, hujan tanpa aba-aba terus mengalir deras. Saat keluar dari ruang setrika, Nini Iyoh tercekat. Rani-Rina-Roni sempurna basah kuyup, sukses bermain hujan.

***

Teta menarik termometer dari ketiak Rina.
“Hmm... sama dengan Rani 38 derajat!” gumannya dengan nada gusar, memasukkan termometer ke dalam wadahnya.
Mak Iyoh tertunduk lesu. Tangannya dengan kulit yang mengisut itu memijat lembut kaki Roni yang tertidur pulas di sofa. Tidak demam seperti kakaknya, suhu Roni setelah diukur ‘hanya’ 36,5 derajat.
Teta menyiapkan sirup penurun panas, “Kalian minum obat, sekarang!” suaranya ketus.
“Nini bantu minum obatnya,” Mak Iyoh beringsut dari kursi.
Teta tak bereaksi. Raut mukanya tetap masam. Disodorkannya sesendok sirup penurun panas kepada putri kembarnya.
“Kalau sudah minum obat, cepat tidur supaya panasnya cepat turun!” ujar Teta dingin, tepat saat Mak Iyoh dengan lunglai kembali ke kamarnya.

***

Rasa sakit yang menusuk-nusuk kaki semakin ngilu dirasakan Mak Iyoh. Balsem yang membaluri sekujur kakinya tidak lagi berarti. Barangkali aku harus minum obat, pikirnya. Mak Iyoh pun membulatkan niat untuk mengungkapkan rasa sakit yang dideritanya, namun selalu ia sembunyikan itu. Hari Sabtu begini kan libur, mungkin anakku mau mengantar ke dokter, harap Mak Iyoh dalam hati.
Saat tiba di ruang keluarga, terlihat Teta dalam penampilan rapi dan modis tengah sibuk membujuk si kembar. Sementara si bungsu asyik menonton film anak-anak dari TV kabel.
Anja, dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans trendi yang membungkus tubuh atletisnya, mengenakan kaos kaki sambil berujar ringan, “Mak, aku mau mengantar Teta ke acara reuni teman-teman kuliahnya. Titip anak-anak di rumah ya!”
Teta berhasil membujuk Rani-Rina, kemudian mematut diri di depan cermin besar di atas bufet, memperbaiki letak bros, dan tanpa beban menambahkan, “Si kembar masih agak anget badannya. Nanti habis makan, suruh pada minum obat, terus langsung tidur!”
Mak Iyoh mengangguk. Tatapan matanya meredup mengiringi kepergian anak dan menantunya. Ada sesak yang menggumpal di dada.
Di luar, senja mulai turun. Lukisan alam alam akan berganti dengan semburat jingga yang anggun. Kehadirannya singkat saja. Ia penghujung waktu yang pantang disiakan, sebelum sang malam menutup hari.

Majalah Ummi no12/XXIV/Desember 2012

Tuesday 19 February 2013

Tutorial Pashmina Pelangi

Tutorial Pashmina Pelangi



Warna pelangi bisa membuat penampilan menjadi lebih segar. Pasmina bahan kaos adem, enak dipakai. Perpaduan keduanya merupakan tampilan enak dipandang.

Yang digunakan:
♥ Pashmina bahan kaos
♥ Inner/ciput Ninja
♥ Peniti atau jarum pentul
♥ Bros bunga

Langkah-langkah:
  1. Pakai inner ninja, gunakan pashmina dengan sisi kanan lebih pendek daripada sisi kiri
  2. Lilitkan sisi kanan (sisi pendek) di kepala, melalui belakang
  3. Sematkan peniti atau jarum pentul untuk memperkuat
  4. Rapikan
  5. Beri bros bunga besar
  6. Rapikan
  7. Sisa panjang diletakkan di depan dari pundak kiri menuju pundak kanan untuk menutup dada. Finish

Selamat mencoba

Sumber gambar dari sini

Tutorial Pashmina Pelangi



Cantiknya berjalan-jalan dengan pashmina. Simak gaya pashmina yang simpel namun tetap cantik, dipadu dengan bros besar. Warnanya yang semarak membuat penampilan menjadi segar.

Yang digunakan:
♥ Pashmina bahan kaos
♥ Inner/ciput Ninja
♥ Peniti atau jarum pentul
♥ Bros bunga

Langkah-langkah:
  1. Pakai inner/ciput ninja
  2. Ambil ujung pojok pashmina, letakkan di dekat telinga kiri, sematkan peniti atau jarum pentul
  3. Ambil sisa pashmina
  4. Lewatkan sisa pashmina ke atas kepala
  5. Sematkan bros di sisi kiri (seperti pada gambar). Finish. 
Selamat mencoba.

Sumber gambar dari sini